Radikalisme (historis), sebuah kelompok atau gerakan politik yang kendur dengan tujuan mencapai kemerdekaan atau pembaruan electoral yang mencakup mereka yang berusaha mencapai republikanisme, penghapusan gelar, redistribusi hak milik dan kebebasan pers, dan dihubungkan dengan perkembangan liberalisme. (https://id.wikipedia.org/wiki/Radikalisme)
Radikalisme Ancaman Nyata Pemuda Tanah Air
Liputan6.com, Jakarta - Aksi terorisme belakangan bukan saja terjadi di Timur Tengah, tapi kini merambah ke Tanah Air. Para teroris umumnya pernah belajar di Timur Tengah.
Dari peristiwa demi peristiwa terorisme juga dapat terlihat, para pelaku umumnya masih berusia muda atau bahkan kalangan remaja. Mulai dari bom Bali, bom Thamrin, bom Kampung Melayu, hingga bom Panci Bandung.
Karena itu, radikalisme kini menjadi ancaman nyata bagi generasi muda di Tanah Air. Pemerintah dan pihak-pihak terkait, kini lebih gencar mencegah radikalisme atau deradikalisasi, khususnya di kalangan remaja.
Direktur Wahid Institute Yenny Wahid mengatakan, usia muda termasuk masa rentan menjadi intoleran dan radikal. Karena mereka masuk dalam fase mencari jati diri atau identitas. Apalagi, generasi ini melihat adanya ketidakadilan di sekitar mereka.
"Akibatnya, mereka dengan mudah menerima gagasan-gagasan dan pemikiran radikal yang mereka peroleh dengan mudah, melalui tulisan di dunia maya maupun lisan yang disampaikan pemuka agama," ujar Yenny dalam diskusi bertema Radikalisme di Timur Tengah dan Pengaruhnya di Indonesia, yang diselenggarakan Forum Bela Negara Alumni UI (BARA UI), di Jakarta Selatan, Sabtu 22 Juli 2017.
Selain itu, lanjut dia, ada pemahaman tentang jihad yang keliru. Orang yang punya konsep pemahaman Islam yang literalis seperti mencuri potong tangan, berzinah dirajam dalam konteks modern seperti saat ini lebih mudah teradikalisasi.
"Kalau jihad mesti perang bukan menahan nafsu atau melawan diri sendiri, itu lebih mudah teradikalisasi. Itu faktor-faktor yang berperan," tegas putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini.
Yenny mengatakan, Pancasila menjadi jawaban untuk mencegah radikalisasi menyusup ke generasi muda. Tidak hanya sila Ketuhanan Yang Maha Esa, jika sila ke-2 dan ke-5 diamalkan dan diwujudkan, ide mengenai negara khilafah atau ide-ide radikal lainnya tidak akan diterima masyarakat Indonesia.
"Ketika masih ada korupsi yang dilakukan pejabat-pejabat negara, ketika masyarakat miskin masih banyak, ini mudah sekali jadi ladang subur persemaian gagasan-gagasan radikalisme," tegas Yenny.
(http://news.liputan6.com/read/3034980/radikalisme-ancaman-nyata-pemuda-tanah-air)
Kesimpulan, radikalisme tumbuh subur di kalangan muda dan Pancasila adalah jawaban untuk mencegah radikalisme di kalangan generasi muda.
Pemberontakan, dalam pengertian umum, adalah penolakan terhadap otoritas. Pemberontakan dapat timbul dalam berbagai bentuk, mulai dari pembangkangan sipil (civil disobedience) hingga kekerasan terorganisir yang berupaya meruntuhkan otoritas yang ada. (https://id.wikipedia.org/wiki/Pemberontakan)
Menlu: RI Akan Terus Membantu Penyelesaian Krisis Rohingya
Liputan6.com, New York - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, usai mendampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam pertemuan negara anggota Organisasi Kerjasama Islam di New York, menekankan bahwa Indonesia akan terus berpartisipasi secara aktif dalam krisis kemanusiaan di Rohingya.
Pertemuan itu dihadiri oleh Kelompok Kontak OKI untuk Rohingya (OIC-CG on Rohingya), sebuah persekutuan negara anggota OKI yang memusatkan perhatian pada krisis yang terjadi di Myanmar tersebut. Kegiatan itu dilakukan di sela-sela Sidang Majelis Umum (SMU) ke-72 PBB di New York, Amerika Serikat pada 19 September 2017.
"Indonesia akan terus memberikan kontribusi bagi penyelesaian masalah di Rakhine State,” jelas Menlu Retno Marsudi dalam sebuah keterangan tertulis dari Kementerian Luar Negeri RI yang diterima oleh Liputan6.com, Rabu (19/9/2017).
Pertemuan OIC-CG on Rohingya dihadiri oleh beberapa pemimpin negara, yaitu Presiden Turki, Presiden Iran, PM Bangladesh, PM Pakistan dan Wapres Jusuf Kalla. Hal ini menunjukkan tingginya perhatian dan kepedulian serta keprihatinan dunia internasional, dan Indonesia, terhadap krisis di Rakhine State.
Dalam pernyataannya, Indonesia meminta Myanmar untuk mengembalikan keamanan dan stabilitas di Rakhine State. Selain itu juga ditekankan pemtingnya melindungi dan menghormati hak asasi manusia bagi semua komunitas, termasuk masyarakat muslim.
Penegasan Kontribusi Indonesia untuk Rohingya
Indonesia juga menyampaikan kembali proposal Formula 4+1 pada pertemuan OIC Contact Group on Rohingya. Formula itu dipercaya mampu membantu menyelesaikan masalah di Rakhine.
Formula tersebut terdiri dari empat elemen, yaitu mengembalikan stabilitas dan keamanan, menahan diri secara maksimal dan tidak menggunakan kekerasan, perlindungan kepada semua orang yang berada di Rakhine State tanpa memandang suku dan agama, dan pentingnya segera dibuka akses untuk bantuan keamanan.
Formula itu adalah elemen guna memulihkan kondisi aman. Sedangkan satu elemen lainnya adalah pentingnya implementasi rekomendasi Laporan Komisi Penasehat untuk Rakhine State yang dipimpin oleh Kofi Annan sebagai jalan ke depan.
Terkait dengan bantuan kemanusiaan dan implementasi dari laporan Kofi Annan, Indonesia menegaskan bahwa komunitas internasional dapat pula membantu untuk hal yang sama. Dalam kaitan ini Indonesia menegaskan pentingnya masyarakat internasional, termasuk negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), membangun rasa saling percaya dengan Pemerintah Myanmar.
Hal ini akan meningkatkan kepercayaan terhadap komunitas internasional untuk dapat bekerja sama dengan pemerintah Myanmar dalam menyelesaikan isu di Rakhine State.
Rasa saling percaya antara masyarakat internasional dan pemerintah Myanmar merupakan kunci untuk dapat membantu situasi dan mendukung penyelesaian yang komprehensif di Rakhine.
Prioritas Indonesia saat ini adalah untuk memastikan agar bantuan kemanusiaan sampai kepada masyarakat yang membutuhkannya tanpa memandang etnis atau agama. Indonesia mendorong masyarakat internasional untuk melakukan lebih, guna membantu pengungsi di perbatasan Bangladesh.
Dalam pertemuan itu, Indonesia turut menyampaikan telah mengirimkan delapan pesawat berisi bantuan kemanusiaan sesuai dengan kebutuhan yang disampaikan oleh pemerintah Bangladesh, selaku negara yang saat ini menampung pengungsi dari Rakhine.
OIC Contact Group Meeting on Rohingya dibentuk pada KTT Luar Biasa OKI ke-4 di Mekkah, pada bulan Agustus 2012. Tujuan utama pembentukannya adalah untuk mendorong keterlibatan dan partisipasi OKI pada isu Rohingya.
Contact Group memiliki mandat untuk membahas cara, sarana serta mekanisme untuk menjamin dan mencegah pelanggaran HAM atas kelompok Muslim Rohingya dan pengembalian hak kewarnegaraannya.
(http://global.liputan6.com/read/3102315/menlu-ri-akan-terus-membantu-penyelesaian-krisis-rohingya?medium=Headline&campaign=Headline_click_1)
Kesimpulan, Indonesia, OKI dan PBB sangat memperhatikan krisis Rohingya, tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM atas kelompok Muslim Rohingya dan pengembalian hak kewarganegaraannya.
0 komentar:
Posting Komentar